( karya Bang Olan, Bang Ale, Bang Yoga dan Saya pada grup Kelas Inspirasi Bima)
Random puisi ini adalah hasil kilat dari puisi tanpa mikir, namun dipaksakan nyambung
Selamat berngaco Ria, jika ada sarkasme itu hanya spontanitas berbumbu humor saja
====
Hati yang selalu mengembara, memahat warna senja..rangkaian kata itu tak selalu terbaca mata
Senja itu diam,
Sama seperti lamunanmu
Ia hening, tak bersuara sedikitpun
rangkaian kata itu tak selalu terbaca mata….
kadang langsung bernada dalam ruang maya….. Kata itu hanya ilusi,
Tak bertuah, tak bertepi
Pada garis batas cakrawala, kamu memagut senja, pada pundakku kau berkata, mau kah tetap temani aku??
Bagai penumbra mungkin
Yang hanya bisa mendiamkan ia gelap
bagai kemudi-kemudi tak bernahkoda
Biarkan aku bergerak bebas
Sebebas khazanah pengetahuanku
melaju ke arah raya cakrawala
Aku bukan burung, yang hanya memangsa kroto untuk tetap berkicau lantang dalam turnamen
Burungpun selalu berkicau saat jiwa menemui sang bayu
apalah aku, se ekor burung yang menangis ketika api terjerembab dari tangan dekil…
Membakar ilalang taman bermainku
Menyesakkan dada dengan kepulan asap amarahnya
palah aku, se ekor burung yang menangis ketika manusia mengusik emas di tengah-tengah rumah ku
Apa?
Ilalang pun tak sempat menyapaku hari ini
apalah aku, se ekor burung yang menangis ketika manusia mengusik emas di tengah-tengah rumah ku
Bahkan sang mega enggan menitikan banyu di tengah asaku
Kepadamu intan kupersembahkan hatiku
Aku ikhlaskan semua sarangku, lalu kau jamah
Hanya untuk sebuah eksplorasi?
Congkak kalian menatap aku dalam nestapa
Aku hanya binatang jalang,
Sejalang lensa-lensa bertembikar diafragma
kedamaian hanya ilusi, yg kau ucapkan hanya t**
Baumu busuk bakai bangke sisa si an****
t** kuning dan coklat penuh bau
Wahai diri,
Kalian sedang gila?
Kita sedang apa sekarang?
Yang hanya bisa bersinergi dengan bilirubin
Berlindung dalam bantal, seperti bang*** dan kutu2?
Bayangmukah ummul yang termangu di bibir senja diam menanti malam Langit pun perlahan menghitam
Mendekap dalam hammock bagai bengecut yg ingin tampil gagah di kancah perang
Hammock hanya anganku,
Kau malah tega berdiri congkak menatap semua dengan kosong?
Ah sudahlah, aku tidak mau berkecamuk dengan rindu palsu
ku lari ke laut lalu mandi, korengan!
ku lari ke hutan, tapi penuh daki!
Detak lagu lirih di sudut sepi hati yang menepi menanti sapamu etika
Dilla, datanglah
Mari berpadu ria bersamaku
Kita lawan congkaknya angin di sisi timur
Alunan dangdut orgen tunggal temani malam sepi sang fakir dio…
Aku hanya haus akan semua, kurang konsentrasi sehingga minum Ale-Ale di pendopo
alhirnya, lahirlah bidadari
terbang kian kemari
suara ini terpatri untuk sang dewi
yang selalu senyum menanti ucapan “sah”
Aku bukan S.E, bukan S.Pd atau SH
Aku hanya butuh jadi S.Ah
jomblo hanya kata terangkai makna ganda
terkekang dalam jeruji baja yang kiang menua
menunggu saat garam lautan terseret angin asa
Aku bukan gunung, yang selalu seenaknya engkau blasting
membawa berita cita dalam suka.
T**,ketika tetangga kota berkata tak senada
congkak dalam kesendirian hati yang tiada tara
menangis ketika gegap ditemani gempita
Tai, ketika tetangga kota berkata tak senada
congkak dalam kesendirian hati yang tiada tara
menangis ketika gegap ditemani gempita
Dio, nama sang durjana
merenggut bahagia dalam balutan noda
semeriwing riuh gulita selalu berkelana
menembus tirai terajana dama kahona
wahaaaai penjaga rasa tak terbaca
sudilah cemari gelap dengan lilin asa
Kupersembahkan ladang jagung milikku hanya untukmu widi
Karena jagung itu kamu, iya kamu
Sang dara menangis gembira membaca bait2 dari kalimat tak jelas dari pujangga fakir
kumismu bak jagung kerimis terkena minyak bimoli…..
ceeesssss…. suara mu ketika tercelup dalam cairan itu…
Fakir cinta, tapi kaya rasa
Bak air raksa yang menunjukkan kuasanya
Meski engkau juragan jagung…tapi sayang engkau masih menjadi fakir, fakir asmara, fakir kependudukan…
Kenapa kau cukur cambangmu Dio? Padahal di situ lah cintaku tertanam
Jagung itu bukan hanya makanan, tapi itu kebutuhan
Termasuk butuh akan kehadiranmu
Aku hanya percaya bulu jagung yang membuat ngeri2 syedap
Tambora itu anugerah,
Beralaskan cinta
Bersenandung kasih sayang
Seperti ladang jagung yang membentang, seperti itu cintaku ku rentang kan
Jagung itu berbulu,
Berpola dan mengisi saling simetris
Seperti kamu, yang terus berpola
Di rentetan doa dalam jemariku
Jagunh manis itu sma spti kamu
Kamu itu manis, seperti jagung manis
Pemilik jagung itu pahit, seperti kumbang2
Tapi izinkan aku untuk tetap menyapa putikmu jagungku
Titik air mata demi Dia adalah mutiara, meski orang menyangka sekedar air mata.
Bila Ladang tebu menghasilkan gula,
Ladang CPO menghasilkan Bimoli,
Ladang jagung menghasilkan pakan ternak,
Disitulah posisi engkau Pujaanku
Menghasilkan senyuman dan rindu yang tergerus lewat tagihan pupuk
Tak apa jika aku memang fakir cinta, tapi tidak dengan posisi kau di hatiku Pujaanku
Segalanya, semuanya, engkau bagai Perhutani atau Perkebunan Nusantara, pemilik kebun hatiku
kamu disana, hanya membaca nada-nada tertekan jemari ceria.
berharap tersiar kata cinta dalam tawa.
tunggu aku dimana pun kau ada.
Meski aku terusir dari Dompu, tak diakui kependudukan di Bima,
Yakinlah
Aku tetap mempesona
Pada akhirnya,
Malam minggu yang kelabu
Pasang lilin pada rembulan
Aku cinta kepadamu
Tapi Malu dengan bang Olan
Tetangga kota telah merasa duka..
seluruh bumi mencoba robek asanya.
tapi dia tegar, bersama hamparan tumbuhan berambut merahnya.
Ya, dia lelaki perkasa ketika duduk seperti wanita.
mungkin hanya tipu belaka, namun aku juga tak paham kenapa.
dear…. “You Know Who”
Buyar semua mimpi menjala kasih di seberang kota, meski tegar tetap pengakuan itu dibutuhkan, sungguh malang nasib pencari suaka kependudukan, cinta tak dapat, status kependudukanpun tak di dapat
Ini perjalanan sperti awal tumbuh.a jagung dsemai dg kasih dan rinduu
Aku memang penggalan personalku
Tak tahu diri untuk menyatu dengan alam
Menyatu dengan harmoni
Melawan rasa takutku, untuk menuju ke hatimu
Saat sinyal tak tergapai, hanya doa yang ku untai
Bidadari ku, birding adalah hobiku
Menghalalkanmu adalah visi dan misiku
Percaya padaku, aku lelakimu
Hanya om Dudin yang selalu memberikan pelukan hangat pada siswi nya
Dering telponku menyapa mega di pagi hari
Ku bercerita semalam kita berjumpa dalam mimpi
Aku di sini mega di sana
Kita menatap langit yang sama
Jauh di mata namun dekat Etika
Puisi empat kota,
Jakarta, Lombok, Lombok Lagi dan Bima